Sintaku "Dua"


Sinta Ibuk-ku,
      Maaf Sinta kalimat pertamaku agak aneh, maksudku bukan apa-apa Sinta, aku hanya mengungkapkan ge-eranku. Heuheuheu
      Begini jelasnya, bagaimanapun aku banyak belajar darimu, tanggung-jawab dan kejujuran, dua hal yang paling banyak aku pelajari dari dirimu, kau juga sama seperti ma’e-ku yang selalu mengingatkan ku untuk berbuat baik, mengajariku, menasehatiku ketika aku tidak berjalan pada jalan yang tepat. Sebenernya
yang paling ku harapkan adalah kelak kamu kan menjadi ibu dari anak-anakku.

Sintaku,
      Sepertinya harus ku sudahi hayalan-hayalanku tentang panggilan ibuk untukmu, mungkin bisa saja tetap ku panggil kamu Ibuk, tetapi, bukan dalam posisi Ibuk yang ku harapkan, bagaimanapun kamu kan Ibuk pejabat di Negeri Para Bedebah, tak salah dong kalo aku memanggilku Ibuk, tapi seperti ada keris yang merengsek masuk kedalam hatiku, Makclekiit, terasa, seperti tidak ikhlas.
      Entah kenapa Sinta hatiku selalu merasa seperti itu, jika kamu enggan ku panggil Ibuk, alasanmu, tua kali aku kamu panggil seperti itu, aku masih muda. Pikiranku pasti langsung melayang jauh kedepan, kamu pasti tak ingin hidup denganku.! Pantas saja kalau aku merasa harapan tentang khayalan-khalanku terhadapmu akan hilang. Seperti menghilangnya dirimu sekarang.
      Suratku yang pertama tak kunjung kamu balas, mungkin kau lebih memilih membaca dokumen-dokumen penting Negerimu, lantas suratku kau acuhkan. Tak mengapa Sinta, lagian sampai sekarang aku belum menemukan orang yang akan mengartikan surat-suratmu.
    Harus ku-akui Sinta, aku terus merindukanmu, merindukan sapaan pagimu, yang membangunkan semangat bangunku, ucapan tidurmu, yang melelapkan tidurku, nasihat-nasihatmu yang selalu aku bantah lalu berdebat sampai tengah malam. Aku juga rindu memetik senar-senar gitarku yang kamu selalu berakting sedang menikmati petikan gitarku padahal kamu sedang membayangkan alunan musik aslinya. Kenapa kamu tidak menegurku bahwa permainanku jelek ?
      Mungkin karena aku pernah cerita, aku pernah ditinggal penonton pada petikan pertamaku, mungkin kamu kasian melihat aku yang pernah ditinggalkan pada permainan pertamaku, atau memang kamu……

Sinta Rinduku,
      Aku selalu ingat saat kita dibawah hamparan bintang-bintang di puncak Sibayak itu, senyummu lepas sekali, tanganmu mengacung-ngacung tak jelas. Aku tak sangka kamu percaya dengan mitos orang-orang Thailand, ketika kita menggambarkan orang yang kita cintai beralas bintang-bintang maka orang yang dicintai itu akan membalas cinta kita. Hah konyol.
      Apa lagi saat kita bernyanyi bersama lagu dari John Lennon yang judulnya “Ooh my love”. Aku suka gerakan bibirmu yang agak terbata-bata mengucapkan lirik-lirik lagu itu, waktu itu kamu belum fasih berbahasa inggris.
Oh, my love for the first time in my life
My eyes are wide open
Oh, my lover for the first time in my life
My eyes can see

I see the wind, Oh I see the trees
Everything is clear in my heart
I see the clouds, Oh I see the sky
Everything is clear in our world

Oh, my love for the first time in my life
My mind is wide open
Oh, my lover for the first time in my life
My mind can feel

I feel the sorrow, Oh I feel dreams
Everything is clear in my heart
I feel the life, Oh I feel love
Everything is clear in our world
            I see the wind, oh I see the trees : kamu suka dibagian itu !

Sintaku,
      Semenjak kepergianmu, sudah bersusah payah aku untuk mencoba menghilangkan semua harapan yang pernah aku limpahkan kepadamu, aku sadar aku sangat bersalah dalam hal ini, memberimu beban berat dengan segala harapanku, tetapi Sinta, Melupakanmu sama susahnya dengan mengejar cintamu….



Nb: Tulisan ini terinspirasi dari buku rahvayana karya mbah Sujiwo Tedjo. Rahwana yang tak henti-hentinya mengirimi surat kepada Sinta meski Sinta tak kunjung membalasnya, namun ia selalu menulis surat untuk Sinta. Aku pun begitu, aku tergugah untuk menciptakan Sintaku sendiri, dan mengiriminya surat meski sampai nanti ia kan selalu membisu. Jangan membalas lewat mega senja atau ciutan burung prenjak, karna aku tak memiliki Trijata yang akan mengartikannya semua. Tetaplah Kau membisu Ada yang Tiadaku.
Previous
Next Post »

2 komentar

Click here for komentar
Thanks for your comment