Kalau
kita pergi ke daerah-daerah ada saja pasti suatu daerah yang masih tertinggal
dari daerah lainnya. Desa Jaring Halus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat contohnya, perkampungan yang dapat ditempuh sekitar 2 jam dari kota medan
kemudian disambung dengan menggunakan kapal boat selama 45 menit ini jika kita
melihat lebih dalam lagi, sungguh memperhatinkan.
Kehidupan
masyarakat yang notabene berprofesi sebagai nelayan, otomatis mereka hanya
mengandalkan hasil tangkapan ikan dilaut. Beginilah hidup disini, jangankan
sekolah, kadang untuk makan saja kami susah. Begitulah kata salah seorang warga
ketika aku mencoba berbaur dengan mereka. Memang, di Desa ini sekolah hanya ada
tingkat Sekolah Dasar dan Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas belum ada. Dengan
minimnya insfrastruktur perkampungan yang tersedia dan penghasilan orangtuanya
yang bisa dibilang pas-pasan banyak anak-anak pupus harapannya. Mereka enggan
bermimpi, mereka enggan bercita-cita, bagi mereka bermimpi hanyalah bayangan
hitam putih yang mereka anggap hanya sebagai peristiwa yang tidak akan mungkin
terjadi. Bapakku nelayan, kuliah mahal, mana mungkin aku kuliah, tak lah aku
bercita-cita. Cetus seorang anak yang duduk di kelas 7 maddrasah stanawwiyah.
Aku
ceritakan kenapa aku sampai ke Desa Jaring Halus.
Dengan
bayangan perkampungan nelayan, dan ketertinggalan pendidikan, aku terobsesi
utuk berangkat dengan modal kamera, bayanganku, pasti banyak foto-foto yang
menarik yang akan aku dapatkan disana. Kebetulan perjalanan ke Desa Jaring
Halus di support oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Politeknik Negeri Medan dalam Program
Kerjanya Polmed Mengajar, kebetulan lagi, aku tergabung dengan Unit Kegiatan
Pers Mahasiswa di kampus, jadi gampang saja lobi-lobinya, kedokku, liputan. Lobi-lobi
selesai, surat undangan diantar kekantor, berangkatlah aku.
Tugasku
hanya meliput dan mengabadikan setiap momen yang terjadi disana. Disatu sisi
BEM senang karna ada yang mendokumentasikan kegiatan mereka, disisi lain aku
senang bisa dapat gambar menarik, kita impas, heuheuheu.
Situasi
dan kondisi merubah niatku, aku terbayang, dulu sewaktu SD sekolahku itu memang
jelek, jelek kali. Setelah sampai disini ternyata ada lagi sekolah yang lebih
jelek dari sekolahku dulu, wiih, nangis ? Enggak,! keterbatasan bukan untuk
ditangisi kata mereka. Ruang lingkup berbagiku sempit karena aku bukan sebagai
relawan pengajar, tetapi untuk berbagi bukan harus menjadi pengajar, karena
berbagi itu bisa apa saja, pengalaman, motivasi, dan ilmu pengetahuan. Aku memilih
motivasi, biarpun hidupku tak secerah yang mereka kenal, aku coba memberi
motivasi kepada mereka, dengan bahan mengambil semua pelajaran hidup yang sudah
aku dapatkan.
Ada
satu hal yang membuat aku menghela nafas sebentar. Begini ceritanya.
Ada
seorang anak, mengjelang kepulangan kami, ia selalu mengikuti kemana saja kami
bergerak, dan dia selalu bilang, kak minta pulpen kak! Sampai beberapa kali,
karena tim relawan sibuk dengan mengemasi barang-barang mereka tidak satu pun
yang memperdulikannya, aku mendengar. Ku ambil, sebuah note kecil di tasku,
niatnya buku kecil itu sebagai catatan liputanku, ternyata kecanggihan
teknologi mengalahkan fungsi dari buku itu. Kutulis, “Ikat mimpimu bersama
bintang-bintang dilangit, jauh,! sulit,! Tapi, tekatmu, akan menjadikannya
dekat, semangatmu akan menjadikannya mudah, ambil mimpimu! Ku temui anak itu, “simpan
jangan sampe hilang!” dengan mata agak berkaca-kaca, Dia berlari, aku simpan
dulu dirumah Bang!
Ini
seperti saat aku diberikan sebuah polpen dari seorang bule saat di Sukma Bangsa
dulu, tapi sayangnya pulpen itu hilang, entah kemana, dalihnya, kalau pulpen
enggak hilang berarti enggak punya kawan, heuheuheu.
***
Hahaha,
sekian “Kombur” siang ini jika menurut anda bermanfaat bolehlah kalian Share
jika tertarik untuk membaca yang lain-lain bolehlah klik tombol berlangganan
(google+ juga bisa).
“Berkombur itu asyik, membebeaskan diri kita
berbicara dan bercerita apa saja.”
ConversionConversion EmoticonEmoticon