Coklat Panas Ke Dua
Sore ini mendung, pagi tadi juga
hujan. Hawa dinginnya masih kerasa sampai jam segini. Mestinya kau hangati aku
dengan pelukan mesramu. Bukan aku bernafsu, memang aku sudah lama tidak merasa
pelukan seorang wanita. Terakhir sekali dengan wanita yang aku juga ketempat
kita minum coklat panas kemarin.
“Mau langsung pulang atau
minum-minum dulu?” Tanyaku
“Pulang saja!” Tandasmu
Aku terdiam sesaat, kuputar balik
arah sepeda motorku lalu aku bertanya lagi.
“Beneran ni? Mau pulang langsung
nggak minum dulu?”
Dari diammu aku bisa menebak, kau
wanita tipikal Nggeh-nggeh. Buktinya kau
ikut saja waktu masuk kedai itu.
***
Seingatku, kita belum pernah berjabat
tangan untuk berkenalan, mungkin saja tanganku malu menjulurkannya karena
jilbabmu itu. Senyuman mu di depan ruang itu dan tatapan tajammu mungkin
menghipnotis diriku menjejaki akun media sosialmu. Ya aku dapat, dan akhir dari
itu ialah pertemuan ini.
Tak perlu lama untuk membuat kita
akrab, mungkin memang karena pembawaanku yang suka nyeleneh yang membuatmu
terkekeh sendiri.
“Pesan apa bang?” Sapa seorang
pelayan,
“Aku pesan coklat panas satu, cocok
kayaknya cuaca kek gini, mungkin bentar lagi juga hujan,” panjang sekali aku
menjawab, pelayannya cuma bengong.
“Yaudah samain aja bang” kau
tersenyum
“Okay, coklat panas dua bang!” pesanku.
Tak lama pesanan datang.
Di meja dua coklat panas, dua pisang
coklat, dan aku, kau dengan jilbab coklatmu duduk bersebrangan.
“Ini coklatnya dicampur susu?”
Tanyamu sambil mengaduk coklat panas mu!
“Ya mungkin saja,”
“Loh”
“Ya mana aku tahu, aku kemari hanya
menebus kenangan, tanpa menikmati” bantinku.
Waktu itu, bulan februari tanggal
empat belas, kebanyakan orang merayakan hari valentine, hari kasih sayang katanya.
Di posting-postingan media sosial juga banyak bungkusan-bungkusan kado dengan
isi coklat yang berbentuk love. Aku tak memberi kado, apa lah yang bisa aku
berikan, “kecewa” buatmu mungkin sudah cukup. Lagian aku juga bukan orang timur
yang terlalu kebarat-baratan pantas saja aku memilih mengurung dalam kamar kos
duduk manis dengan segelas kopi hangat didepan laptop bukan malah menemuimu,
memberimu sebatang coklat atau setangkai bunga mawar merah.
Ketukan pintu dengan tangan kecilmu,
bebuyarkan lantunan rintik hujan sedari tadi mengganggu kupingku.
“Putri!”
“Hah! Ayok !” Jawabmu
“Kemana?”
“Katanya mau minum coklat panas”
jawabmu
“Hah hujan!”
“Dingin kita disini belum sama
dengan dinginnya orang barat sana, orang sana hujan salju, dingin-dingin es
salju itu lah enak minum coklat panas!”
“Tapi kita nggak ada salju!” Celotehku
“Haa, ah!”
“Iya, iya sebentar, aku ganti
pakaian dulu!”
Rintikan hujan bukan penghalang
rupanya, kita lawan serbuan titik-titik air itu berjalan kaki sekitar delapan
ratus meter jauhnya dari tempat aku tinggal. Rambutku basah, baju kita juga
lembab tanpaberpikir kita masuki kedai itu.
“Coklat panas dua, nasi goreng satu,
dwy nggak mau makan?”
“Nggak, coklat panas aja deh”
“Ouh yaudah deh, coklat panas dua
nasi goreng satu ayamnya di suirin ya bang!” Kau mengulang pesananmu.
Kau bercerita, kau pernah juga
datang kemari dengan mantan pacarmu. Juga sama menikmati coklat panas. Ah
rupanya kau mengajakku hanya ingin menebus kenangan. Kejadiannya juga sama, aku
juga membawa Irma untuk menebus kenanganmu. Ternyata kedai ini menjadi menjadi
ajang bagi kita untuk menebus, dan membangkitkan kenagan. Kasihan!
***
“Bang, Abang sering kemari” Tanyamu
“Nggak kok Ma, baru dua kali sama
ini.” Jawabku
“Irma malah baru kali ini sama abang”
“Bagus dong, berarti nanti kalau
kemari lagi, pasti ingat Abang”
“Hahahaha” kau tertawa.
Banyak juga yang kita bicarakan,
tentang kegiatanku setelah selesai jadwal perkuliahan, tentang soal-soal ujian
yang aku tinggalkan begitu saja, sampai tentang sidikit bacaan buku-buku agama
yang kau baca.
“Jadi, Adek nggak pacaran?” Tanyaku
“Nggak Bang baru aku putusin!”
Jawabmu tegas
“Ouh, baru baca buku Udah Putusin
Aja ya?”
“Hahaha nggak kok, Abang baca juga?”
“Nggak, nggak, kemarin cuma pernah
liat aja di rak buku waktu ke gramedia”
“Ouh, kan memang dalam Islam kita
nggak boleh pacaran Bang,”
“Ya, mungkin, pasti malahan, jadi
siapa yang di wallpaper itu?”
“eeeeee,eeee masa lalu” Kau
terjebak!
Tak ku sangka kedai ini memang
benar-benar kedai yang akan membawa kita kepada kenangan. Benar saja, kau
membawa kenangan pria masa lalumu, walau hanya membawa fotonya yang kau
sematkan di wallpaper telpon genggammu. Irma!
Medan,
16 November 2015
ConversionConversion EmoticonEmoticon