Sumpah Ku


            “Tuhan, dengarkan Sumpahku !”
            “biarkan ombak-ombak ini menjadi saksimu!”
            “Dan alam semesta menjadi algojo-MU ketika aku mengingkari sumpahku.”
            “Dengarkan sumpahku! Aku bersumpah akan menjaga agamamu, dari orang-orang yang akan merusak agama-Mu, aku bersumpah akan menjunjung tinggi nilai-nilai leluhurku, dan aku bersumpah wanita baik-baik yang berada disampingku ini akan tetap ku jaga cintanya hingga kau menyabut nyawaku!”

            Entah rayuan atau sumpah yang benar-benar tulus dari hati yang dilakukan Ari dihadapan Tyas sore itu selepas merayakan kelulusan sekolah menengah pertamanya. Ari yang sudah lama menjalin hubungan dengan Tyas harus rela meninggalkan Tyas untuk sementara, karena dia akan melanjutkan study di kota.
            Sore itu dunia seakan terguncang dengan sumpah Ari yang menggebu-gebu dengan Tuhannya, disisi lain. Tyas kekasihnya merasa senang karena telah diyakin kan cintanya.


***

            Alam semesta seakan tak pernah tinggal diam ketika manusia-manusia menyerukan kebaikan. Godaan dan hasutan silih berganti datang menghantui. Hingga manusia itu lemah dan terpojok dalam diam, lupa akan cahaya Tuhan yang akan selalu menuntunnya. Itulah cobaan.
            Kehidupan kota semakin membuat Ari terpojok dalam ke-udikannya. Hingga Ia merasa minder ketika bergaul dengan orang-orang kota yang lebih modern dan tampak gaul, dengan fashion yang serba modern.
Hanya satu sahabat karibnya, Erwan. Mereka bersahabat semenjak SMA, setelah lulus mereka merencanakan untuk melanjutkan study ke kota dan memutuskan untuk masuk diperguruan tinggi yang sama dan tinggal bersama pula kelak ketika di kota.
“Wan, urep dewe kok ngene-ngene wae yo!”01 kata Ari
Erwan yang sedang asyik dengan tugas di meja belajrnya tersontak, “loh, Njor kepiye maneh arepan urepmu kui?”02 katanya.
“Yo mboh koyo uwung-uwung kae to wan, gaul, modern, nggak ndeso koyo dewe iki.”03
“Cok, Cok, pancen djancuk de’e ki, koe rene ni kan arep sekolah, dhudhu arep seneng-seneng, yowes, opo seng mbok minderke. Buang mindermu kui, belajar seng bener!”04 Erwan melanjutkan belajarnya.
“Gak ngono wan, wingi aku diajak Zoel dugem malem minggu iki wan, jarene ben gaul!”05
“Asstaqfirullah, Ri, Ri, kesambet setan opo koe ki”06
“Koe ora gelem melu wan?”07 Ajak Ari.
“Ogah. Dhugam-dhugem mending ngerungokke qosidah wong salawatan, malah entoh pahala cok!”08 Tutup nya.

            Pikiran Ari berkecamuk, perlahan jalan pemikiran akan hidupnya mulai membelok didorong minder yang ketinggian dan didorong dengan keinginan bersosialisasi dengan orang-orang kota, perlahan ia merubah penampilannya.
            “Gimana Ri, malam minggu besok? Tanya Zoel via telpon.
            “Jangan malam minggu ini lah Zoel, lagi sasek ni,” Ari beralasan.
            “Udah sellow aja, nggak pala pake duit, udah aman semua tu, banyak cewek ni!”
            “Pengen sih aku sebenernya Zoel, tapi gimanalah nggak enak juga kalo nggak ada pegangan.”
            “aah yaudahlah, bulan depan ngumpul lagi kami, harus ikut kau ya!”
            “insyaallah, gampang nanti bisa di atur Zoel”
            “ok!” Zoel menutup telepon.

            Rupanya Erwan yang asik di meja belajarnya mendengan percakapan Ari dengan Zoel. “Sopo Ri?”09
            “Si Zoel, ngajak seng malam minggu kae?”10
            “Trus kok gak dadhi melu!”11
                “Pie arep melu klambi batik kabeh, koyo arep kondangan wae, arep dughem kok malah kondangan”12
            “hahaha,” Erwan geleng-geleng.
            “Loh, arep nangdhi koe!”13
            “Blonjo sek!”14
            “Asem!”

            Perlahan Ari mulai berubah, ia mulai mencicil membeli baju-baju model terbaru, celana terbaru dan sepatu-sepatu terbaru pula. Uang saku bulanan mulai menipis, mulailah ia memutar otak untuk mendapatkan uang dan mempertahankan kehidupannya di rantau orang. Berbagai alasan ia sampaikan kepada kedua orang tuanya untuk mendapatkan uang jajan tambahan, mulai dari harga-harga bahan baku yang semakin melonjak, hingga biaya hidup akan lebih mahal lagi, sampai ia berani menipu kedua orang tuanya dengan alasan. Biaya beli buku, praktik yang memakan biaya tidak sedikit hingga datang kiriman lagi.

            Hidupnya perlahan berubah, ia lebih modis dan gaul. Tongkrongan nya di café-café dengan teman-teman kotanya.

            “Salah kali kau nggak ikut malam minggu kemarin Ri” kata Zoel.
            “Kenapa gitu ?”
            “Cewek-cewek yang diajak temenku ini bohay-bohay bro!” Zoel menceritakan kejadian malam minggunya dan ia memperkenalkan temannya yang membawa teman-teman perempuannya bersama mereka.
            “Ah, udahlah nggak usah diceritain, aku nggak ada disitu”
            “hahaha. Enggak percaya dia boy,” Zoel dan temannya tertawa.
            “Ok. Malam minggu bulan depan, kapan kalian pergi lagi aku ikut!” Ari agak emosi.

***

            Ternyata, tanpa sepengetahuan Ari, Erwan diam-diam mengikuti jejak Ari, ia juga berkeinginan terlihat gaul seperti orang-orang kota. Ia juga mulai belanja baju-baju, celana-celana, dan sepatu model terkini. Tapi barang-barang Erwan masih tersimpan rapi dalam lemari, karena dia hanya membeli sepasang baju dan celana yang di persiapkannya untuk malam minggu yang menggoda itu.
             Mereka perlahan mulai berubah. Namun Erwan tidak seberani Ari yang sampai berani menipu kedua orang tua nya dengan alasan-alasan klasik.
             Alam menantang sumpah Ari akan keteguhan sumpah-sumpahnya. Menggodanya, mengajarinya, hingga Alam siap membelenggu kaki dan tangannya hingga tak berdaya. Malam itu tiba.
            “Arep nang ndhi Ri,”15 tanya Erwan
            “Metu16, menikmati masa muda yang berapi-api,”
            “Karo Zoel?”17
            “Iyo! Melu koe ?”18
            “Ayok lah!”
            “Hah tenane cok! Jarenen mending ngerungokke qosidah ketimbah musik dj!”19 Mata air menatap tajam Erwan.
            “Ah, iku mbiyen, saiki bedho,”20
            “hahaha ngono to, yo wes enggo klambiku neng lemari ku kae ojo ngenggo batik, enggo di geguyu!”21
            “Wes tenang wae koe”22 Erwan mengeluarkan baju-baju barunya.
            “wesst! Asem koe !” Ari terkejut.
            “Wes lah ayo mangkat.”23 Mereka berangkat.
           
            Zoel dan kawan-kawannya sudah menunggu di lokasi. Musik-musik bergaya dj terdengar dari luar ruangan tempat mereka berpesta.
            “Asem cok musike jan,”24 Erwan agak gerogi.
            “Wes tenang wae, rilex ojo ketok temen ndeso ne cah!”25
            “Tenang Ri, aku wes latihan neng kos joget musik-musik koyo ngene”26
            “Asem tenan bocah siji ki, niat temen ta.”27 “Iki koyone ruangane, yok mlebu!”28 mereka mengetuk pintu.
            Zoel membuka pintu dengan sebotol bir ditangannya. “Asem bir ki,” batin Erwan.
            “Wesssst!! Datang juga anak muda ku ini, ayok masuk!” Zoel menyuruh Ari dan Erwan masuk dan memperkenalkannya dengan teman-temannya.
            “Woy sebentar-sebentar, berhenti dulu, aku kenalin dulu teman baru kita, ini Ari dan ini Erwin teman satu kampus aku,”
            Mata Ari terus memperhatikan perempuan cantik yang sedang asik dengan gadgetnya.
            “Itu Yeni!” Zoel berbisik. “Dia baru putus sama pacarnya.” Ari hanya bisa diam saja dan mengangguk-angguk.
            “Okay! Sebagai tanda persahabatan, nih teguk !” Zoel memberikan sebotol Bir. Sontak seluruh orang yang berada didalam bersorak. “Minum..!! Minum…! Minum…!” Tanpa ragu Ari meminum. Erwan yang terlihat ragu-ragu akhirnya meminum isi botol bir itu.
            Musik di mainkan kembali, pesta dimulai, kehancuran mulai datang. Alam semesta bersiap menghukum.

***

            Semenjak malam itu Ari dan Erwan mulai ketagihan dengan gaya kehidupan glamor, Narkoba, dan Sex Bebas. Mereka mulai lupa dengan niat utama mereka ke kota. Kuliah mulai kendor, perlahan kuliah ter-nomer dua-kan, mereka lebih asik dengan dunia barunya. Ari mulai lupa dengan sumpah senja di pinggir pantai disaksikan nyanyian gemuruh ombak dan Tyas kekasihnya yang menunggu kesuksesannya dengan cinta yang selalu Ia jaga.
            Ari mulai lupa dengan Tyas yang selalu menunggu kepulangannya dengan harapan cinta mereka masih abadi. Ari mulai menjalin hubungan dengan Yeni perempuan galau yang duduk di pojokan di malam pertama  mereka memasuki dunia glamor dihiasi kerlap-kerlip lampu disko.
            Yeni kerap datang ke kost Ari, dan mereka menikmati indahnya tipu daya Narkoba bersama-sama, setelah terlena. Baju mulai dibuka satu persatu. Dan mereka melakukan sex bebas.
            Erwin tak ketinggalan. Erwin juga kerap ikut nimbrung menikmati berbatang-batang ganja, tegukan demi tegukan botol bir dan suntikan-suntikan narkoba.
            Tak jarang Yeni bersedia memuaskan Nafsu birahi Ari dan Erwan secara bersama-sama. Yeni mereka gunakan hanya sebagai alat untuk memuaskan nafsu birahi mereka, tak ubahnya mereka, Yeni yang semenjak SMA terjerat Narkoba dan Sex Bebas pun mengambil keuntungan dari ini semua. Ia dapat menikmati sabu secara geratis dan nafsunya terpenuhi pula.
            Hingga pada akhirnya Ari dan Erwin harus ditinggal pergi oleh Yeni karena mereka tidak mampu lagi membeli barang-barang haram itu.
            “Ada barang yank?” Tanya Yeni.
            “Nggak ada yank, aku nggak tau lagi dari mana aku dapat duit buat beli,” jawab Ari.
            “Hey dasar bodoh! Mintalah sama mamak-bapak kau di kampung yang kau bilang kaya itu!” Yeni mulai emosi.
            “Mamak-Bapakku mulai bulan ini udah nggak ngirimin aku duit lagi, semua ladang-ladang kami udah dijual semua!” Ari mulai ngenes.
            “Anjing! Mau makan apa kau babi, kerja nggak ada, kuliahmu udah hacur, mau kau kasih makan apa aku. Kau pikir aku bisa kau pake seenaknya aja! Kalau nggak ada duit kau selama ini beli barang mana mau aku sama mu! Mending aku jadi pelacur sama om-om lebih banyak lagi duit aku ketimbang sama kau yang sekarang udah miskin!!!” Yeni meluapkan semua kekesalannya.
            “Bangsat! Ouh, jadi selama ini kau cuma manfaatin aku aja! Okay pergi kau sana sama om-om yang bisa belikan semua kebutuhanmu! Anjing, Pelacur Bangsat, dasar perek ! Perg kau dari kamarku !”
            “Okay! Siapa kali kau? Hah!”
            Alam mulai memanjangkan taringnya. Mengganaskan mukanya. Tangan-tangan nya mulai mencengkeram membunuh mati Ari. Ari mulai ditinggalkan orang-orang terdekatnya.
            “Ngopo cewekmu cok? kok merengut koyo ngono.?”29 Kata Erwan yang baru pulang mencari uang.
            “cewekku? Cewekmu juga kui Blog, koe yo melu ngenggo de’ene!”30 Jawab Ari yang masih terbawa emosi
            “Alah! Wes lah, ki..!”31 Erwan melemparkan sebungkus sabu-sabu.
            Ari tersenyum. “Entok teko ndi koe?”32
            “Dol, honda!”33
            “Honda ne sopo Wan?”34
            “Honda ku”35
            “Tapi Hondamu wes mbok Dol wingi kae wan”36 timpal Ari
            “Lah koe wes ngerti hondaku wes tak dol kok jek ngomong hondaku, yo honda ne uwong to.!”37
            “Loh kok honda ne uwong, koe maleng ?”38
            “Ora, aku njalok!”39 Erwan mulai kesal “Yo maleng no! nek ora maleng Pie aku entok barang seng mbok isepi kui”40
            “Cerdas koe Wan , aaaaaah!”41 Ari ngefly.

***

            Alam semesta mengganas, membuat Ari mati kutu, semua barang-barang miliknya sudah habis terjual. Ia semakin sakau, kebutuhan ilusinya tidak terpenuhi. Mondar-mandir kesana-kesini menemui teman-teman sesama pemakai narkoba, mengemis meminta diberikan barang haram itu.
            “Zoel, bagi barangmu!” Pinta Ari
            “Enak aja kau bilang bagi, beli lah ! kau pikir barang-barang itu aku dapat gratis!”
            “aku sakau berat ni, tolong lah,! Udah mondar mandir aku cari nggak dapat-dapat”
            “Heey sampah ! kalo kau minta mana akan dapat bodoh! Beli lah !”
            “toott toott toot!” Zeol memutus telepon.
            Fikiran yang terung merongrong masuk kedalam hati meminta agar angan-angan ilusinya terpenuhi membuat hatinya semakin kalut. Ia terpojok, seakan sesmesta telah mengibarkan bendera kemenangannya.
            Dalam kekalutan hati dan fikiran yang tak terkendali, kaki terus melangkah melewati gang-gang kecil, tempat orang-orang penggila narkoba bersembunyi. Ia hisap batangan-batangan rokok sepanjang jalan, tak terasa sejauh ini kakinya melangkah tak tentu arah. Ia mulai sadar karena kakinya lah Ia melangkah salah arah, tapi dia juga yakin, kakinya jugalah yang membuat ia kembali jalan yang benar.
            Suara azan berkumandang, telinganya seakan tertutup tak mendengarkan seruan berbuat kebaikan itu. Tangannya terus menggedor-gedor pintu sambil berteriak-teriak.
            “Waan! Waaan,! buka pintunya!”
            Senyap tak ada jawaban dari dalam.
            “kemana anak ini?” Gerutunya dalam hati.
            “Waan! Waan! Buka pintunya!”. Sampai-sampai Ia tidak sabar lagi dan langsung mendobrak pintu kamar kosnya.
            Ternyata Ia menemukan sahabatnya sudah terbujur kaku didalam kamar sambil memegang sebuah amplop putih.
            “Anjing!”Ari membanting tasnya, “Wan..! kau kenapa?, Waan!! Bangun Wan, Bangun!” Ari menggoyang-goyang kan badan Erwan dengan harapan Erwan akan terbangun dari tidur lelap untuk selamanya itu.
            “haaaaa aaa, ahahhaha” Ari menangis sejadi-jadinya. “jangan pergi dulu Wan, bangun Wan bangun!”
            Matanya tertuju pada amplop putih bertulis “Untuk Sahabatku Arianto” yang di genggamnya. Lalu Ari mengambilnya, membuka dan membaca isi suratnya.

Untuk Sahabatku Arianto
            Surat ini aku tulis setelah harta benda terakhirku laku terjual. Maaf aku menggunakan Bahasa Indonesia tidak seperti kebiasaan percakapan kita.
            Terimakasih sahabatku, telah mengenalkan ku dengan dunia yang sedang kita jalani sekarang ini. Entah kenapa, akhir-akhir ini setelah harta yang kita miliki kita jual satu persatu seakan maut semakin dekat menghampiriku.
            Sudah banyak yang kita lakukan, baik, buruk, senang, dan susah kita jalani berasama. Mungkin saat maut nanti menjemputku terlebih dahulu ketimbang kau Ari, kaulah yang akan membaca suratku ini. Jika maut menghapiri dirimu terlebih dahulu maka aku akan tertawa membaca surat tulisanku sendiri.
            Hahaha…
            Aku ingat betul ketika malam pertama kita mulai masuk dunia gelap itu. Aku tak akan menyalahkanmu karna kaulah yang pertama mengajakku, aku pastinya menyalahkan diriku sendiri, sebenarnya sebelum kau mengajakku, aku sudah memiliki niat untuk ikut-ikutan gaya orang kota. Nyatanya, level kita tetap berbeda, seharusnya kita tidak perlu minder dengan semua yang ada pada diri kita, bukannya kita sudah di tetap kan akan hidup dimana, seharusnya kita tidak perlu menjadi orang lain. Seharusnya kita cukup menjadi diri kita sendiri saja. Sahabatku.
            Oya jika memang benar. Maut menghampiriku terlebih dahulu, tolong sampaikan maafku kepada kedua orang tuaku, mungkin sampai kapanpun aku tidak akan pernah berani meminta maaf kepada orang tuaku tentang apa yang telah ku perbuat kepada mereka. Dan sampaikan kepada kedua orang tuaku, bahwa aku belum sempat membayar hutang-hutangku kepada mereka. Sudah banyak tanah yang terjual untuk hidup amburadul ku disini. Maka sekali lagi sampaikan maafku.

            Satu lagi! Jika nanti maut menghampiriku terlebih dahulu, dan kita masih didalam dunia gelap ini. Jangan pernah ceritakan kepada kedua orang tuaku penyebab kematianku karena terbang bersama butiran lembut shabu dan kepulan-kepulan ganja yang aku hisap. Kata kan saja aku mati karena terjatuh dari tempat tidur, atau tertidur sampai lupa bangun. Hahaha
Sahabatmu Erwanto.

***

            Semesta tak selamanya bertaring dan mengganas, begitu pula dengan cahaya tuhan, cahayanya selalu bersinar menerangi jalan hidup kita. Semesta berdamai atas izin tuhannya, siap mengarahkan kembali manusia-manusia yang ingin kembali kejalan yang benar sesuai perintah tuhannya.
Setelah beberapa bulan mengasingkan diri dan berbenah. Ari kembali ke kota dan memulai hidup barunya di kamar yang sama. Setiap dia melihat sudut ruangan tempat dulu meja belajar Erwan di letakkan Ia selalu teringan akan sosok Erwan yang ceria dan rajin belajar. Kadang Ia merasa menyesal karna telah mengajak Erwan untuk mengikuti kehendaknya. Tapi ini lah hidup penyesalan memang selalu datang di akhir cerita.
            Suara azan terdengar sayu-sayu berkumandang. Bergegas Ia jawab seruan Ilahi itu.
***
            Sore itu ba’da ashar, Ari sedang asik membaca alquran didalam mesjid tiba-tiba datang seorang menghampirinya, seorang ustad agaknya.
            “Assalamualaikum,”
            “sodhokaullah-hulazhim,” Ari menutup bacaannya, “walaikum salam warahmatullahiwabarokathu.”
            “Maaf anak muda, sepertinya anda sedang mengalami masalah yang besar dalam hidup kamu” Tanya ustad itu.
            “Maaf Ustad, maksud anda bagaimana ya ?”
            “Maksud saya, sepertinya kamu baru saja menjalani suatu masalah terbesar dalam hidup kamu, saya bias merasakannya dalam lanunan bacaan al-quran kamu”
            “Ouh tidak kok Ustad, tidak terlalu berat, cuma saya hanya merasa bersalah saja kepada Allah, dan saya sangat memohon ampunan nya terhadap dosa-dosa saya yang telah saya perbuat”
            “MasyaAllah, sungguh mulia hati mu anak muda,” Puji Ustad itu. “tentu, tentu saja Allah akan mengampuni semua kesalahan hamba-hambanya yang berbuat doa, asal Ia benar-benar bertaubat, Allah telah berfirman dalam surat QS. Az-Zumar ayat 53, katakanlah: “hai hamba-hamba Ku yan melampui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Nasihatinya.
            “Baik ustad, terimakasih”
            “Saya kira, sudah waktunya kamu berjihad dijalan Allah, dan membela Agama Allah” Tambah Ustad itu.
            Ari terkejut “Maksud Ustad?” tanyanya.
            “Pemuda-pemuda seperti kamu lah yang dibutuh kan umat Islam sekarang, pemberani, mengerti agama pula” rayu sang Ustad.
            “Sudah saatnya hukum Allah ditegakkan di bumi Nusantara ini!” Tambah sang Ustad.
            “Negara Islam?”
            Sang ustad mengeluarkan amplop kuning dari baju gamisnya “Iya benar sekali,” lalu sang Ustad menaruhnya di atas telapak tangan Ari, “buka amplop itu setelah sampai rumah, mungkin isinya cukup untuk kamu melakukan perjalanan, dan didalam amplop itu, ada alamat yang akan kamu tuju, dan nomer HandPhone saya, bisa kamu hubungi jika kamu memerlukan bantuan saya”
            “Tapi Ustad ….!”
            “Sudah tidak usah banyak tanya, sudah saat kamu jalankan perintah tuhan yang sudah menjadi jalanmu!” “ Assalamualaikum” lalu sang Ustad beranjak pergi meninggalkan Ari sendiri di bawah tiang mesjid yang menjulang tinggi kebingungan.
            “Walaikum salam”
            Dua hari, amplop itu disimpannya di bawah bantal tempat tidurnya, Ari ragu untuk membuka isi amplop itu, namun hatinya selalu selalu ingin tahu, apa sebenar nya isi amplop itu. Fikirannya mulai berkecamuk, “jangan-jangan isinya bom, oouh tidak!”
            Dibukanya amplop itu dengan penuh keberanian. Ternyata benar seperti yang di katakana Sang Ustad, amplop itu berisi sejumlah uang dan sebuah peta. Terlihat Irak dan Suriah terlingkar tanda merah. Dibaliknya peta itu, dan di balik peta itu terdapat tulisan, “datangkan ke bumi syam, jawablah seruan Allah, tegak-kan hokum Allah di muka bumi ! AllahuAkbar!, Sholeh : 0842343283583.”
            Ternyata Ustad itu bernama Sholeh, tak tunggu lama Ari langsung menghubungi nomor yang tertera dibalik peta itu.
            “Assalamualaikum Ustad!”
            “Walaikum salam”
            “Saya Ari, pemuda yang tempo hari anda temui di mesjid al-jihad”
            “Ya, ada apa dek Ari?”
            “Bisa kita ketemu sore ini ba’da ashar di mesjid Al-jihad, saya ingin membicarakan perihal undangan Ustad”
            “Dengan senang hati, Ba’da Ashar ya!”
            “Siap Ustad, Assalamualaikum”
            “Walaikum salam.” Tutup sang Ustad.
            Ari bergegas, membersih kan diri, lalu berangkat menemui Ustad Sholeh.
            Seusai Sholat Ashar, Ari menunggu di pelataran mesjid.
            “Assalamualaikum Ustad” sapa Ari melihat Ustad Sholeh menghampirinya.
            “Walaikum saalam” Jawab Ustad Sholeh. “Jadi bagaimana dek Ari, sudah siap untuk berangkat?”
            “Jika Ustad bertanya kepada saya apa yang akan saya lakukan untuk agama saya, maka saya akan menjawab, nyawa saya akan saya berikan untuk agama Allah, namun hati ini menolak semua apa yang ada didalam amplop ini,” Ari memberikan kembali amplop Ustad Sholeh, “Islam yang saya pelajari, selalu mengajarkan perdamaian, baik itu kepada sesama muslim maupun kepada saudara kita yang non muslim, Nusantara mengajarkan saya untuk hidup rukun dalam perbedaan, berbangsa yang satu dari berbagai macam-macam suku bangsa, berbahasa yang satu dari berbagai bahasa suku-suku, bertumbah darah yang satu tanah air yang sangat saya cintai, INDONESIA !”
            Tiba-tiba terdengar suara ledakan tembak di belakang. Tenyata Ustad Sholed sudah menjadi DPO terkait jaringan terorisme internasional oleh pihak kepolisian Republik Indonesia.
            Ari tergeletak berlumur darah terkena peluru nyasar. Dalam skratul mautnya, Ia teringat akan kebaikan Tyas yang selalu setia kepadanya. Ia ingat saat-saat Ia harus benar-benar keluar dari dunia gelap itu, Tyas lah yang selalu menemaninya dalam gubuk masa pengasingan. Tyas lah yang selalu sabar membimbing Ari menuju jalan yang benar kembali. Di ajarinya Ari Sholat dan mengaji kembali. Belum sempat rasanya Ia membalas jasa Tyas dan mengucapkan terimasih kepadanya, namun maut menjemputnya terlebih dahulu.

SELAMAT HARI SUMPAH PEMUDA REPUBLIK INDONESIA



01: Wan, hidup kita kok kek gini-gini aja ya?
02: Loh, jadi bagaimana lagi keinginan hidup mu itu?
03: Ya, Seperti orang orang itu Wan, tampak gaul, modern nggak ndeso seperti kita.
04: Cok, cok memang jancuk kau ini! Kau kan kemari untuk sekolah bukan untuk senang-senang, yaudah apa yang kau minderkan disini, buang mindermu, belajar yag baik.
05: Nggak gitu Wan, Kemarin aku di ajak dugem sama Ari, malam minggu ini, katanya biar gaul.
06: Asstaqfirullah, Ri Ri, kesambet setan apa kau ini?
07: Kau nggak mau ikut Wan?
08: Ogah, apa itu dugem, mending dengarkan qosidah, sholawatan, malah dapat pahala.
09: Siapa Ri?
10: Si Zoel ngajak yang malam minggu itu!
11: Trus koe nggak dhadi melu ?
12: Bagaimana mau ikut, baju batik semua, mau kondangan apa mau dugem.
13: Loh, mau kemana ?
14: Belanja dulu
15: Mau kemana Wan?
16: keluar
17: dengan Zoel?
18: iya ikut nggak kau ?
19: Hah, yang benar ? katanya menging mendengarkan music Khosidah ketimbang music DJ
20: Ah iu kan dulu, sekarang beda
21. ya sudah, pakai saja bajuku di lemari, jangan pakai batik ya,
22: Sudah tenang saja!
23: Udahlah, ayo berangkat.
24: Wiih, musiknya ini? Huft!
25: sudah, tenang saja rilex jangan kelihatan sekali deso nya.
26: Tenang Ri, Aku udah latihan dikos, joget music-musik seperti ini.
27: Niat sekali anak ini!
28: mungkin ini ruangannya, ayok masuk.
29: Kenapa pacarmu Wan? Kok merengut?
30: Pacarku? Itu pacarmu juga bodoh, kau juga pake dia
31: Aha, Sudahlah!
32. Dapat dari mana kau ?
33: Jual Motor
34: Motor siapa Wan?
35: Motorku !
36: Bukannya Motormu sudah dijual ?
37: Sudah tahu motorku sudah terjual, masih saja sebut motorku, ya motornya orang lah!
38: Kau mencuri Wan?
39: Tidak, aku memintanya!
40: Ya malinglah. Kalau aku tidak mencuri dari mana dapat barang-barang itu!
41: Cerdas kau Wan !



Previous
Next Post »
Thanks for your comment